Ia menambahkan, peran para asisten wali kota akan diperkuat untuk melakukan monitoring setiap kegiatan SKPD, disertai pembagian tenaga ahli yang bertugas membantu efektivitas kerja.
Dalam evaluasi enam bulannya, Munafri mengaku melihat beragam gaya kepemimpinan di tiap SKPD. Ia menekankan perlunya strong leadership di setiap wilayah, pola komunikasi yang solid, dan fokus pada pencapaian kinerja.
Interaksi yang dibangun harus berdampak. Setiap program harus jelas manfaatnya. Cara pandang terhadap dinas harus fokus pada peningkatan kinerja.
“Saya yakin bapak-ibu di posisi ini sudah melewati banyak tahapan, tapi yang terpenting adalah dampak nyata dari apa yang kita lakukan,” tegas politisi Golkar itu.
Munafri menegaskan, pesan ini bukan sekadar imbauan, melainkan ultimatum untuk memastikan seluruh perangkat daerah bekerja maksimal demi capaian target PAD dan penyerapan anggaran sesuai rencana.
Ia menegaskan, sudah saatnya seluruh jajaran meninggalkan zona nyaman dan memastikan adanya perbaikan (improvement) nyata dari setiap program yang dijalankan.
Lanjut Appi, mengingatkan bahwa serapan anggaran bukan berarti kinerja, karena kinerja harus diukur dari dampak (outcome) yang dirasakan masyarakat, bukan sekadar penyerapan anggaran atau capaian fisik.
“Kadang kita menganggap serapan bagian dari kinerja. Padahal berbeda. Serapan hanya menunjukkan penggunaan anggaran, tapi kinerja adalah hasil yang sampai ke masyarakat,” sebutnya.
“Jangan sampai ada pemborosan karena anggaran tidak tepat sasaran,” lanjut dia.
Menurutnya, monitoring dan evaluasi (monev) bukan untuk mencari siapa yang salah, tetapi untuk mencari solusi atas hambatan yang terjadi.
Ia meminta setiap pimpinan OPD terbuka menyampaikan kendala, termasuk kebutuhan SDM, agar perencanaan dan pelaksanaan program berjalan efektif.
“Jangan biarkan output terhambat hanya karena kita diam. SDM adalah kunci. Percuma target direvisi kalau orang-orangnya tidak bisa berubah,” imbuh Appi.
Munafri juga menekankan pentingnya membangun komunikasi yang cair antarjenjang dalam organisasi. Kepala dinas tidak boleh menganggap staf sebagai beban, sebaliknya harus membangun dukungan dua arah agar kinerja terjaga.
“Kalau di bawahnya tidak jalan, di atasnya akan mandek, dan dinasnya akan amblas. Leadership itu harus mampu membaca alur kerja bawahan. Kita harus menciptakan suasana kerja yang membuat orang datang ke kantor dengan senang, bukan tertekan,” tambahnya.
Ketua IKA FH Unhas itu juga mengingatkan agar data kinerja digunakan untuk pengambilan keputusan, bukan sekadar laporan formalitas.
Tanpa outcome, kata Munafri, output belum bisa disebut kinerja yang lengkap. Triwulan II ini yang menentukan arah capaian hingga akhir tahun.
“Tahun depan saya tidak mau lagi seperti ini. Semua harus on progress sejak awal, dengan perencanaan matang. Januari 2026 kita sudah tahu apa yang dilakukan di bulan Oktober 2026,” tegasnya.